Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Etika Tradisional Jawa Etika Ora Lok Jawa - Liku

Etika Tradisional Jawa

Etika Tradisional Jawa


Dalam pengelompokan sistem etika Jawa, Ora llok tidak termasuk dalam kelompok etika besar (ah- lak), tapi termasuk dalam kelompok etika kecil, yang oleh Prof. Dr. Sudarsono disebut etiket. Etiket adalah sistem nilai yang menyangkut hal-hal yang layak, patut, dan serba teratur. Dalam budaya Jawa, etiket termasuk dalam kelompok trepsila (trapsila), yaitu aturan dalam bertingkah laku yang baik dan benar. Trep/trap berarti tepat atau pener (kena benar, sesuai benar), dan sila berarti tabiat, perangai, kela- kuan, tingkah laku.

Ora llok, sebagai salah satu norma dalam sistem etika tradisional Jawa, ialah etiket (gagadan) yang tumbuh dan berkembang di dalam kehidupan masyarakat Jawa agraris. Hal itu terlihat dari berbagai jenis etiket yang memanfaat- kan lingkungan agrarisnya untuk dijadikan simbol-simbol tersamar. Ciri agraris terlihat jelas di dalam contoh Ora llok yang ditemukan dan dikumpulkan.

Dari hasil penelitian terhadap Ora llok ini, dapat dibuk tikan bahwa:

1) Ora llok adalah salah satu sistem dan media pendidi kan Jawa yang berhasil mempertahankan tumbuh- nya rasa malu dan hormat individu atau sekelompok orang di dalam masyarakat, yang merupakan bagian dari dasar nilai etis (baik dan buruk).
2) Ora llok berhasil menyadarkan hati nurani seseorang terhadap rasa salah bertindak atau rasa salah berpe- rilaku yang saru dinulu (memalukan saat dilihat dan dirasakan) orang lain, yang merupakan bagian dari dasar nilai estetis.

Sesuatu yang diorailokkan ialah suatu kebiasaan yang menyimpang dari kebiasaan umum atau hal-hal yang me mang dipandang tidak pada tempatnya apabila hal tersebut tetap dilakukan, sehingga dapat menyebabkan :
  • Kerugian psikologis bagi diri si pelakunya, yaitu menanggung rasa malu karena berbuat tidak etis, apalagi sampai diperingatkan/ditegur 'ora ilok' oleh seseorang karena dirasa kurang trepsila (bertindak tepat atau benar).
  • Turunnya martabat keluarga atau lingkungan masya- rakat setempat.
  • Akibat-akibat negatif lainnya di masa-masa selanjut nya apabila hal itu tetap dibiarkan dan tak dilakukan pencegahan terhadapnya.

Pada prinsipnya, Ora llok adalah "pitutur kang sina- mun ing samudana, ora dilairaké akanthi melok utawa ora dikandhakaké ing saluguné," yang artinya, "nasehat yang tersamar, tidak dikatakan dengan selugasnya/senyatanya" (S.Padmosoekotjo, 1858: 112). Ora llok sendiri bukanlah hal yang ditabukan atau dipantangkan; Ora llok adalah hal yang dianjurkan untuk tidak dilakukan, seperti aja sembra na (jangan sembarangan bertindak!). Bagi orang Jawa, yang selalu menggunakan perasaannya yang halus, dituduh ber- tindak sembrana merupakan beban mental atau psikologis dan dapat menyebabkan rasa hormat orang lain terhadap dirinya berkurang atau malah hilang sama sekali.

Masyarakat di sekitarnya akan niténi (menandai/men- catat dalam hati) mereka yang selalu bertindak sembrana itu, khususnya jika yang melakukannya orang dewasa. Jika yang melanggar Ora llok masih kanak-kanak, ia akan lang- sung diélikaké (diingatkan seketika) oleh yang lebih dewasa. Tak ada batasan apakah ia masih bersaudara atau tidak, kesadaran masyarakat dan kesepakatan antar sesama warga masyarakat telah mendorong warga masyarakat untuk bertindak mengingatkan atau menegurnya. Ketidakmeng- ertian anak-anak terhadap norma di tengah masyarakatnya dianggap sebagai kesalahan orang tua. Bagaima napun juga, norma estetis yang berlaku di tengah masyarakat tidak diajarkan di sekolah, namun sebagian besar diajar- kan di rumah oleh orang tuanya sendiri. Masyarakat adalah universitas terbuka yang terbaik dalam kehidupan bermasyarakat.
Dari inventarisasi terhadap hal-hal yang diorailokkan, yang masih ada dan pernah berlaku dalam kehidupan mas yarakat lawa, tercatat ada sekitar 387 hal yang diorailokkan Berbagai hal yang diorailokkan tersebut dapat dikelompok kan menurut usia yang menjadi sasaran pelakunya; secara garis besarnya dapat dibedakan dalam tiga kelompok: (1) kelompok anak-anak; (2) kelompok remaja; dan (3) kelom pok dewasa. Bagi kelompok dewasa masih dibedakan lagi menjadi: (a) kelompok keluarga; (b) kelompok tukang/ pekerja; (c) kelompok petani; dan (d) kelompok pedagang

Untuk lebih menambah wawasan dan perbendahara- an mengenai etiket ora ilok, diberikan beberapa contoh di bawah ini, yang ditujukan bagi masing-masing kelompok sebagaimana disebutkan di atas:

1. Kelompok Anak-anak

  1. Aja nglungguhi maésan, jangan duduk di atas nisan (batu kubur), hal tersebut kurang menghormati jasad yang. dimakamkan di tempat itu dan membuat para ahli warisnya merasa disepelekan.
  2. Aja sulayan, jangan bersifat suka bertengkar dijauhi oleh teman/saudara.
  3. Aja gorohan, jangan bersifat senang menipu, sekali lancung ke ujian seumur hidup orang tidak akan percaya. 
  4.  Aja wadulan, jangan bersifat suka mengadu/menceritakan setiap hal yang bukan urusannya kepada orang lain, akan dijauhi dan tidak dihargai teman atau saudara.
  5.  Aja tréthékan, jangan bersifat suka bertanya ke sana- sini (dari rumah ke rumah) mengenai hal yang bukan. urusannya, dapat menyebabkan orang lain menghin- dar/menjauh karena tidak akan percaya lagi.
  6. Aja this-thisan, jangan banyak tingkah yang tak perlu atau selalu memegangi apapun yang dilihatnya, hal itu dapat membuat orang merasa tidak senang.
  7.  Aja thingkrang/thingkrik, janganlah duduk di tempat yang lebih tinggi dari orang yang berdiri/duduk, tidak sopan.
  8. Aja ugungan, jangan bersifat senang dipuji, hal itu menyebalkan bagi orang yang melihatnya.
  9.  Aja pethénthéngan, jangan sombong, angkuh, suka.
  10. bercekak pinggang, orang lain akan tidak simpati.
  11.  Aja slutha-sluthu, jangan keluar masuk rumah orang lain seenaknya seperti orang yang tidak tahu sopan- santun.

2. Kelompok Remaja.

a. Thukmis (bathuk klimis), bersifat mudah jatuh cinta kepada sembarang wanita cantik; orang akan menilai suka mempermainkan wanita.
b. Thokwél (pathok réwél), bersifat suka mencampuri perkara orang lain, padahal tidak tahu awal-mulanya
kejadian; bisa menimbulkan kesalahpahaman, dan bahkan menambah sulit persoalan karena sifat sok tahunya atau asbun (asal bunyi).
c. Slenggrang-slénggréng, senang meminjam-pakai sesuatu tanpa meminta ijin dari pemiliknya; merugi kan pemiliknya.
d. Sujanan, bersifat mudah curiga, sentimentil, mena- ruh prasangka ke orang lain, dijauhi teman/saudara.
e. Opén-Dahwén, bersifat jemawa atau suka mencam- puri dan menuduh orang lain tanpa alasan, akan di- jauhi teman/saudara.
f. nDremis, nDhridhis, bersifat suka meminta apa saja, walapun tak diperlukan, padahal ada yang lebih memerlukan, sehingga orang terpaksa memberi walau- pun sebenarnya ia tak rela, akan dijauhi teman/sau- dara. 
g. nJodhéh, bersifat suka merahasiakan segala hal sehingga menyulitkan orang lain, dijauhi teman/saudara.
h. Ceplak, ketika makan mengeluarkan suara karena po- sisi mulut terbuka, tidak mengenakkan perasaan or- ang lain; tidak sopan.
i. Aja singsot nang njero omah, jangan bersiul di da- lam rumah, mengganggu penghuni lain di rumah ter sebut.
j. Aja silihan, jangan suka meminjam barang/pakaian orang lain, kalau sewaktu-waktu pemiliknya memerlukan menjadi repot.
k. Aja mélikan, jangan bersifat mendambakan/meng- inginkan sesuatu yang menjadi milik orang lain. Mé- lik ngendong lali, karena ingin memiliki sehingga lu- pa jika sesuatu itu pinjaman dari orang lain.

3. Kelompok Dewasa (Bagi keluarga):

  1.  Masak jantung gedhang, menyebabkan karier me- nurun, sebetulnya jantung pisang itu kurang bergizi dan mengandung zat yang melemahkan syahwat.
  2.  Omah buntet, membuat rumah tanpa pintu belaka- ng/samping, hanya berpintu depan saja, itu tak sehat dan bila sewaktu-waktu ada bahaya dari depan sulit menghindar. Omah sunduk saté, membuat/mendiami rumah yang letaknya mengarah tegak lurus dengan jalan simpa- ng tiga; tidak sehat karena angin setiap saat langsung masuk ke rumah, termasuk segala penyakit yang ter- bawa angin tersebut.
  3. Mbedholi alis, mencabuti bulu alis, bagi wanita ber- pengaruh tidak dapat mencapi orgasme, karena sang tentu akan wadhéh (tidak suka/sedikit benci) melihatnya, sehingga la cepat-cepat menyelesaikan kebutuhan biologisnya/orgasmenya sendiri.
  4. nDelok puki, melihat alat vital isteri, akan sial selama satu minggu; karena selalu ingin berhubungan intim terus sehingga terganggu konsentrasi terhadap tugas dan kewajiban lainnya.
  5. Jamas tumplak, keramas pada hari Sabtu bagi wanita yang belum nikah, akan mendapat suami yang penyik sa; karena sang pacar menjadi kesal karena menye- balkan melihat rambut basah yang menghilangkan keindahan mahkota kekasihnya itu..
  6. Respati-sukra, kurang baik berhubungan suami-istri pada malam Jum'at, sebab malam Jum'at ialah malam yang dianggap suci untuk berdoa kepada Tuhan.
  7.  nGrayang puki, meraba-raba alat vital istri, akan sial selama satu bulan; perbuatan yang kurang sopan dan akan teringat terus seperti butir (e) di atas; dan bagi pihak wanitanya mungkin juga tak selalu bisa mene- rimanya di dalam hati karena alasan pribadi masing- masing.
  8. Ngerok jembut, mencukur rambut kemaluan, akan mengalami sial dalam usaha selama setahun; sebab akan merasa gatal yang terus-menerus ketika rambut itu sedang dalam proses tumbuh kembali.

4. Kelompok Dewasa (Bagi Tukang/Pekerja):


a. Nebar ingidan, menyebarkan atau tidak mengumpul- kan irisan tepi pecahan bambu yang tajam (sembilu).
hal ini akan membahayakan orang lain yang bisa tertoreh kakinya bila menginjaknya.
b. Nugel wungkal, mematahkan batu pengasah pisau/ parang, akan mendapatkan sial/kesulitan bila akan mengasah pisau/parang lagi, padahal mencari yang baru cukup sulit untuk mendapatkannya.
c. Mbakari tatal, membakar hasil serutan kayu (tatal), melakukan pekerjaan sia-sia (pemborosan), karena tatal itu bisa digunakan untuk hal yang lebih berguna, seperti dipakai bahan bakar memasak di dapur.

5. Kelompok Dewasa (Bagi Petani) :


a. Nandur bawang, lombok, jagung ing pekarangan omah, menanam bawang, cabe, jagung di pekarang- an rumah, bisa membawa pengaruh sial, bertengkar terus dengan tetangga, karena membuat iri dan kei- nginan tetangga memintanya setiap hari bila kehabi- san bumbu dapurnya sehingga si pemilik juga kesal dibuatnya; maksud hati untuk dijual tapi sudah habis sebelum dipanen.
b. Nandur maja anéng latar, menanam pohon maja di halaman rumah, menyebabkan sial, jika buahnya ma- sak dan jatuh/pecah, bau busuknya akan menyengat dan dapat menimbulkan kemarahan tetangganya.
c. Nandur pari anéng latar, menanam padi di halaman akan menyebabkan sial; karena bila sudah berbuah akan diserbu oleh ayam tetangga sehingga akan men jadi sumber pertengkaran harian.
d. Wagéan njulung pring, pada hari pasaran wage dila rang menebang pohon bambu; bambunya akan mu dah patah/rapuh dan membahayakan bila digunakan untuk apa saja (buktikan saja).
e. Nandur blimbing wuluh anéng latar, menanam po- hon blimbing asam untuk sayur di halaman, akan se- lalu diganggu oleh roh halus yang jahat; karena daun dan buah blimbing wuluh itu mudah rontok dan akan selalu nengotori halaman bila tak dibersihkan setiap hari. Kondisi kotor itu menjadi sarang bakteri sumber penyakit.

6. Kelompok Dewasa (Bagi Pedagang) :


a. Wengi wengi ngedol cukak, menjual asam cuka pada malam hari, mengakibatkan langganan berkurang dan selalu bertengkar dengan tetangga, karena bau cuka malam hari sangat menyengat hidung tetang ganya.
b. Wengi wengi ngedol silêt/dom, menjual silet/jarum pada malam hari,menyebabkan warung/toko cepat bangkrut; karena jika tidak hati-hati bisa membaha- yakan bila ada yang jatuh sulit dicarinya,
c. Wengi-wengi ngedol uyah, menjual garam di malam hari, menyebabkan warung/toko cepat bangkrut; karena kalau kurang hati-hati, garam yang rontok dapat merusak barang-barang yang dilekatinya. 
d. Wengi wengi mbayari kulakan, melakukan pemba- yaran untuk pembelian barang dagangan, bisa menyebabkan usaha merugi atau bahkan bangkrut, karena bisa menarik orang jahat untuk merampoknya.
e. Nandur anggur anéng latar, menanam pohon anggur di halaman, menyebabkan usaha bisa bangkrut; bila berbuah lebat menarik hati orang yang melihatnya dan cenderung menginginkannya, bisa-bisa jadi keri- butan, pemiliknya belum ingin menuai untuk dijual, orang lain yang kumlecer (berselera) dan mendahului memetiknya.

Sebenarnya masih banyak lagi hal-hal yang diorallok kan diluar ke-95 contoh tersebut di atas. Ada yang khusus diperuntukkan bagi wanita yang sedang hamil, bagi suami yang istrinya sedang hamil, remaja putri, sampai pada hal- hal yang khusus bagi para keluarga yang sedang membang- un rumah, bagi pengantin baru, bagi ibu yang baru melahir kan, bagi para prajurit di medan perang, bagi mereka yang sedang di makam, di hutan, di lautan, dan lain sebagainya.

Posting Komentar untuk "Etika Tradisional Jawa Etika Ora Lok Jawa - Liku "